Raden Suhartono – Keikhlasan dalam Meniti Karir
Ada sebuah ungkapan klasik dari Belanda yang penuh makna: “Leiden is lijden”—memimpin adalah menderita. Sebuah kutipan yang sederhana, namun mencerminkan kedalaman tanggung jawab dan pengorbanan seorang pemimpin sejati.
Ungkapan ini seolah menemukan relevansinya dalam sosok Raden Suhartono, Deputi Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP, yang telah mengabdikan dirinya selama 38 tahun di lembaga ini. Dalam era di mana jabatan seringkali disalahartikan sebagai tempat meraih keuntungan pribadi, beliau justru menghadirkan wajah lain dari kepemimpinan—sebuah pengabdian yang jernih, tulus, dan penuh integritas.
Raden Suhartono bukanlah tipe pejabat yang gemar menumpuk harta. Ia bukan pemimpin yang sibuk membangun pencitraan, melainkan membiarkan karya dan keteladanan menjadi narasi hidupnya. Selama hampir empat dekade pengabdian, tak banyak kemewahan yang dikumpulkan.
Rumahnya di Semarang pun tergolong sederhana. Namun justru dari kesederhanaan itulah tumbuh nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan keteguhan hati—yang tak ternilai harganya.
Sebagai pemimpin, beliau telah membuktikan bahwa jabatan bukanlah privilege, melainkan amanah. Ia tidak menggunakannya untuk memperkaya diri, melainkan sebagai sarana untuk mengabdi, memberi manfaat seluas mungkin, dan menjalankan tugas negara dengan loyalitas tinggi.
Dalam diam dan kesederhanaannya, Raden Suhartono menanamkan nilai-nilai luhur kepada keluarganya. Bersama istri tercinta, ia membesarkan empat orang putra yang kini telah tumbuh dewasa dan mandiri dengan karier masing-masing. Mereka adalah hasil nyata dari kepemimpinan yang dimulai dari rumah—dari teladan, bukan hanya ucapan.
"Leiden is lijden" bukan berarti pemimpin harus hidup dalam kesengsaraan. Tapi ia menegaskan bahwa memimpin adalah tentang menanggung beban lebih banyak, berkorban lebih dalam, dan berpikir lebih jauh. Raden Suhartono adalah contoh nyata dari filosofi ini—memimpin dengan hati, berdiri tegak dalam pengabdian, dan tidak menuntut banyak, selain hasil kerja yang bermakna dan berkah kehidupan yang cukup.
Tak heran bila Ali Masykur Musa, tokoh nasional dan sahabat semasa menjabat bersama di PT PELNI (Persero), menyebut beliau sebagai “Sang Flamboyan dari Kabupaten Banyumas.”
Ungkapan ini bukan tanpa alasan. Ia menggambarkan pribadi yang hangat, bijak, dan bersahaja, namun tetap memancarkan karisma dan kelas tersendiri. Seorang pemimpin yang tak hanya dihormati karena jabatannya, tetapi juga disayangi karena kepribadiannya.
“Raden Suhartono: Keikhlasan dalam Meniti Karir”, bukan hanya sekadar catatan perjalanan seorang pejabat negara. Ini adalah rekaman utuh dari nilai-nilai kehidupan, etos kerja, dan prinsip moral yang dijalani dalam kesunyian dan kesederhanaan.
Penerbitan buku ini menjadi jendela yang memperlihatkan bagaimana pengabdian itu dijalani dengan penuh keikhlasan, dan bagaimana kesetiaan pada tugas dapat mengukir pencapaian yang tak ternilai.
Lebih dari sekadar biografi, ulasan di dalam buku ini adalah warisan nilai dan capture knowledge. Sebuah legacy yang ditulis bukan untuk membanggakan posisi, tetapi untuk menginspirasi. Ia menjadi pelita bagi generasi mendatang—bagi siapa pun yang ingin memahami makna sejati dari kepemimpinan dan pengabdian.
Dalam dunia yang terus berubah, kisah hidup Raden Suhartono hadir sebagai pengingat bahwa keberhasilan sejati bukan terletak pada seberapa tinggi jabatan diraih, tetapi pada seberapa besar manfaat yang diberikan, dan seberapa tulus hati yang dilibatkan.
Semoga buku ini segera rampung dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pramuka 33, 23 April 2025