Dari Bandung ke Musi Dua

Jumat, 25 April 2025 Last Updated 2025-04-25T07:57:47Z



Oleh: Adrinal Tanjung

Bandung, kota yang selalu mempesona. Dalam kesejukannya, saya menghabiskan tiga hari dua malam untuk sebuah perjalanan yang tak hanya fisik, namun juga batin—menyelesaikan sebuah karya penting bersama tim dan editor: buku tentang sosok pejabat BPKP.

Raden Suhartono, Keikhlasan dalam Meniti Karir begitu judul dari naskah buku ini. Selama dua hari penuh, kami berdiskusi intens, menggali makna, melakukan editing akhir untuk menggambarkan ketulusan dan keikhlasan  seorang pemimpin dalam meniti karier di BPKP.

Usai diskusi dengan editor dan penerbit, saya kembali ke hotel tempat menginap. Hotel yang berada persis di depan Alun Alun Kota Bandung.


Tanpa disengaja, langkah membawa saya ke sebuah ruangan di sudut lantai satu. Di sana, sebuah rak buku besar berdiri tegak, dikelilingi ruang duduk dan diskusi. Suasana yang hangat dan tenang. 

Ruangan itu seolah memeluk saya, memberi ruang untuk bernapas dan merenung. Sebuah tempat yang membuat saya betah, seolah menyatu dengan energi buku-buku yang terpajang di sana.

Di dalam ruangan itu, imajinasi saya melayang. Saya membayangkan, suatu hari karya-karya yang saya tulis terpajang rapi di lemari buku tersebut. Menjadi bagian dari ruang yang menghidupkan pikiran, memantik semangat, dan menyuarakan kisah yang tak ingin dilupakan. Sebab saya percaya, ruangan tanpa buku ibarat tubuh yang tak berjiwa.


Hingga saat ini, saya telah menulis tak kurang dari lima puluh buku. Hampir dua dekade saya menulis berdasarkan inisiatif, dengan semangat yang konsisten dan cinta yang tidak pernah padam. 

Ada kalanya saya diminta untuk menuliskan kisah hidup dan perjalanan karier para tokoh dan pejabat, namun banyak pula karya yang lahir dari pengalaman pribadi, dari hal-hal kecil dan reflektif yang saya alami, lihat, atau dengar dalam keseharian. Sebagian buku yang saya tulis juga terkait pekerjaan yang saya lakukan, saya jadikan sebagai buku panduan agar semakin mudah dipahami.


Musi Dua Delapan Sembilan

Salah satu karya terbaru yang baru saja saya selesaikan adalah buku kenangan berjudul Musi Dua Delapan Sembilan. Buku ini lahir dari kebersamaan dan nostalgia saat masa-masa menempuh pendidikan di SMA 2 Padang, tepatnya di Jl. Musi No. 2 Kota Padang. 

Kami, para alumni Angkatan 89, mengenang kebersamaan selama 35 tahun dalam buku ini—sebuah dokumentasi emosional yang terinspirasi oleh Reuni Akbar 35 Tahun yang digelar di Cibogo, Kabupaten Bogor.

Tak sedikit dari kami yang kini telah sukses dan menjadi tokoh-tokoh yang diperhitungkan di masyarakat. Cerita-cerita masa sekolah yang hangat, jujur, dan menyentuh dikemas dalam narasi yang orisinil, menarik, dan mencerahkan. Buku ini menjadi ruang nostalgia sekaligus refleksi tentang persahabatan yang tak lekang oleh waktu. Juga berisi perjuangan, dan perjalanan waktu yang penuh warna.

Testimoni yang saya terima dari sejumlah alumni, pejabat, serta pegiat literasi menyebutkan bahwa Musi Dua Delapan Sembilan adalah karya yang perlu dan menarik untuk dibaca. Melalui ulasan buku ini mampu merekatkan kenangan bersama dalam bentuk yang utuh dan bermakna. 

Buku ini dinilai menarik, untuk mengenang segala kebersamaan di rentang waktu yang begitu panjang. Ditulis dengan narasi  yang segar dan tulus. Dan yang paling penting, buku ini dinilai mencerahkan—memberikan makna baru atas jejak yang telah dilewati, dan harapan untuk terus membangun persahabatan hingga akhir usia.


Halal bi Halal SMA 2 Angkatan 89

Buku ini akan ditampilkan secara khusus dalam acara Halal bi Halal SMA 2 Padang Angkatan 89 pada Minggu, 27 April 2025 mendatang. Sebuah apresiasi tentu saja jika buku ini diterima dengan hangat dan mampu menarik hati para pembaca.

Tiga tahun terakhir menjadi masa yang menggembirakan saat jejak karya terus lahir. Bersama tim di institusi tempat saya bekerja, saya terlibat dalam penulisan beberapa buku yang tidak hanya memperkaya literasi organisasi, namun juga meninggalkan jejak yang bermakna. Dukungan pimpinan dan rekan kerja menjadikan proses ini lebih dari sekadar pekerjaan—ia adalah panggilan hati. Mendapat amanah untuk menuliskan perjalanan hidup tokoh di lingkungan kerja saya adalah kebahagiaan tersendiri, yang saya syukuri sepenuh hati.

Kembali ke penerbitan buku Raden Suhartono, Keikhlasan dalam Meniti Karir. Saya menyadari, finalisasi sebuah buku adalah tahap yang sangat krusial. Ia menuntut fokus, ketenangan, dan dedikasi penuh. Penulisan buku bukanlah proses yang ringan. Ia memerlukan sumber daya—ruang diskusi yang nyaman, dukungan editor yang cermat, serta biaya penerbitan yang tidak sedikit. Namun semua itu adalah bagian dari proses penciptaan yang luhur. Karena saya percaya, buku bukan hanya deretan kata, tapi warisan gagasan dan nilai.


Di tengah dunia yang terus berubah, buku tetap hadir dengan peran yang tak tergantikan. Ia memberi warna, menyimpan kisah, dan menuntun pikiran kita untuk terus bertumbuh. Dan di Bandung yang ramah ini, di sebuah sudut ruang yang tenang, saya kembali diingatkan: menulis bukan hanya tentang mencatat, tetapi juga tentang mewariskan jiwa. Buku adalah jejak karya dan kenangan yang tak usang oleh zaman.

Bandung, 25 April 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Bandung ke Musi Dua

Trending Now

Profil

iklan