Oleh : Adrinal Tanjung
Pagi menjelang siang itu terasa berbeda. Hujan mulai membasahi sekitar Jl Sudirman Jakarta Selatan. Cuaca yang kurang bersahabat, namun hangatnya sambutan yang saya terima dari Muhamad Averouce, Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik (DAKIP) Kementerian PANRB, membuat pagi itu tetap menjadi hangat.
Pertemuan kami di kantor Kementerian PANRB pagi itu memberi kesan mendalam. Sosok Averouce, yang telah lama saya kenal sejak saya bertugas sebagai Pegawai BPKP yang dipekerjakan di Kementerian PANRB, selalu tampil hangat dan komunikatif. Bertahun tahun kami pernah berjumpa di ruang kerja, dalam forum-forum rapat, bahkan sesekali di lorong atau lift—interaksi-interaksi sederhana namun bermakna dalam rentang waktu yang panjang.
Tiga hari sebelum pertemuan tersebut, komunikasi kami lewat WA berlangsung lancar. Kemaren selama kurang lebih 40 menit, kami berbincang mengenai rencana penerbitan buku untuk mengenang perjalanan Sekretaris Utama BPKP, Ernadhi Sudarmanto—sebuah inisiatif literasi yang sarat makna. Averouce mendengar penjelasan dengan seksama, kemudian menyambut baik penerbitan buku tersebut.
Usai pertemuan tersebut, saya terseret ke dalam arus kenangan. Enam belas tahun saya mengabdi di Kementerian PANRB—bukan waktu yang singkat. Di sana, saya bukan hanya bekerja, tapi juga bertumbuh. Dimulai dari sebuah kepercayaan yang diberikan langsung oleh pimpinan BPKP, saya ditawari peran untuk mengelola penerbitan internal. Tawaran itu bukan hanya datang dengan tanggung jawab baru, tapi juga promosi sebagai Kepala Sub Bidang di salah satu Deputi Kementerian.
Selama hampir tiga tahun saya menjalani amanah tersebut. Tak hanya mengurusi administrasi, tapi juga menjadi bagian dari tim yang mengelola majalah internal kementerian—media yang menjadi ladang subur bagi tumbuhnya kecintaan saya pada dunia tulis-menulis.
Saya masih ingat pepatah lama, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung." Begitulah cara saya memaknai penugasan ini. Tugas baru, lingkungan baru, tetapi semangat untuk berkontribusi tak pernah berubah. Saya merangkul tantangan sebagai keluarga baru di Kementerian PANRB dengan hati terbuka.
Roda birokrasi terus berputar. Setelah enam tahun berjalan di Kementerian PAN RB, promosi sebagai Kepala Bidang pun saya dapatkan. Sebuah capaian sekaligus kegembiraan kala itu. Amanah baru, tantangan baru. Tak kurang selama sepuluh tahun sebagai Kepala Bidang di Kementerian PAN RB memperkaya pengetahuan dan pengalaman saya di bidang ketatalaksanaan instansi pemerintah.
Ketika reformasi struktural menghapus jabatan eselon III dan IV, saya menyadari bahwa fase pengabdian ini sudah mendekati akhirnya. Lewat pertimbangan yang cukup matang, saya memutuskan kembali ke instansi asal di BPKP. Meski berbeda tempat, semangat berkarya tetap sama. Hubungan dengan kolega, atasan, dan rekan-rekan di Kementerian PANRB tetap terjalin erat.
Pertemuan pagi jelang siang itu, dengan Averouce dan beberapa kolega lain walau tak terlalu lama, telah memberi ruang refleksi. Saya menyadari bahwa esensi bekerja bukan hanya tentang jabatan atau posisi, tetapi tentang relasi, komunikasi, dan kontribusi. Jabatan tinggi tak banyak arti jika tak dibarengi kemampuan berkomunikasi, kontribusi, dan menjalin hubungan baik.
Di era yang serba digital ini, dunia seolah tak berjarak. Di situlah saya semakin menyadari nilai dari kemampuan menulis. Literasi bukan sekadar aktivitas, tapi katalis bagi komunikasi yang bermakna. Menulis memberi saya ruang untuk menjangkau lebih banyak orang, menjalin relasi, dan bahkan menciptakan sejarah kecil dalam perjalanan karier saya.
Dengan waktu pengabdian yang tersisa—lima tahun delapan bulan—saya semakin yakin bahwa banyak hal masih bisa saya kontribusikan. Menulis telah menjadi pembeda, penanda jejak di lorong-lorong panjang birokrasi yang telah saya lalui sejak menjadi auditor BPKP, hingga menduduki berbagai posisi struktural selama lebih dari satu dekade, dan kini menjalani peran sebagai pejabat fungsional madya.
Saya telah menjadikan menulis sebagai sahabat, pengingat, dan penyeimbang dalam dinamika dunia kerja. Saat kesibukan harian datang silih berganti, menulis memberi saya ruang untuk merefleksi, menata ulang makna, dan merajut kembali benang merah dari semua pengalaman.
Musim boleh berganti. Zaman terus berubah. Tapi saya percaya, tulisan akan tetap hidup. Ia akan terus dikenang, dibaca, dan menjadi warisan tak kasat mata bagi generasi yang akan datang. Mari menulis untuk meninggalkan jejak keabadian.
Pramuka 33, 22 Mei 2025