Jalan Sunyi dan Kado di Hari Jadi

Selasa, 27 Mei 2025 Last Updated 2025-05-27T05:21:48Z



Oleh : Adrinal Tanjung

Menulis adalah perjalanan yang sunyi namun penuh cahaya. Jelang 55 tahun, saya tidak  merayakan pencapaian besar, melainkan sedang mengucapkan terima kasih kepada hidup—atas setiap detik yang pernah diberikan, setiap pelajaran yang pernah dititipkan, dan setiap kesempatan yang saya jalani, baik dalam suka maupun luka.

Menulis bukan untuk dikenal, tapi untuk dikenang—oleh diri saya sendiri, oleh keluarga, dan mungkin oleh siapa pun yang menemukan resonansi dalam kata-kata sederhana yang saya rangkai.

Menulis adalah pekerjaan sunyi. Tak ada tepuk tangan di awal, tak selalu ada pujian di akhir. Tapi di ruang sunyi itulah saya berdamai dengan banyak hal: dengan masa lalu, dengan kenyataan, dan dengan diri saya sendiri.


Menulis memberi saya ruang untuk jujur tanpa gangguan, untuk refleksi tanpa penghakiman, dan untuk mengubah kegelisahan menjadi kalimat yang bisa dimengerti. Tak semua tulisan saya selesai. Tapi setiap kali saya menulis, ada bagian dari diri saya yang menjadi lebih utuh.

Hidup telah memberi banyak. Tidak selalu yang mudah, tapi justru dari yang sulitlah saya tumbuh. Saya berterima kasih untuk keluarga yang menjadi tempat pulang, untuk rekan-rekan yang menjadi saksi perjalanan, dan untuk waktu yang terus berjalan namun tak pernah berhenti memberi pelajaran.

Saya juga berterima kasih kepada diri saya sendiri—yang bertahan, yang belajar, dan yang tidak berhenti berharap. Kita sering lupa bersyukur kepada diri sendiri yang telah bertahan sejauh ini. Hari ini, saya memilih untuk mengucapkannya.


Angka 55 bagi sebagian orang mungkin hanya soal usia, tapi bagi saya, ini adalah simbol: setengah abad lebih hidup, dua dekade lebih berkarya, dan masih terus berjalan. Angka ini mengingatkan saya bahwa waktu tidak sekadar berlalu—ia membentuk, mengasah, dan kadang menyembuhkan.

55 adalah angka yang membuat saya berhenti sejenak, untuk menengok ke belakang dan bertanya: apa yang sudah saya berikan, dan apa yang ingin saya tinggalkan?

Untuk anak-anakku tercinta, jika suatu saat kalian membaca tulisan ini, ketahuilah: ini bukan hanya catatan tentang ayah kalian, tapi juga cermin dari nilai-nilai yang ingin diwariskan.

Hiduplah dengan jujur. Belajarlah tanpa henti. Hormatilah proses, bukan hanya hasil. Dan jika kalian bisa menulis, menulislah—bukan hanya untuk dibaca orang lain, tapi agar kalian tidak kehilangan suara hati sendiri.


Saya tak tahu berapa banyak tulisan yang saya hasilkan. Mungkin ratusan dan lebih 50 buku. Tapi pada akhirnya, saya sadar bahwa yang paling berarti bukan jumlah tulisan, tapi seberapa dalam saya menyelami hidup lewat tulisan-tulisan itu.

Tulisan yang jujur akan menemukan jalannya. Dan refleksi yang tulus akan menemukan tempatnya—di hati orang lain, dan yang lebih penting, di dalam jiwa sendiri.

Terima kasih kepada semua yang pernah hadir dalam hidup saya—keluarga, sahabat, kolega, dan pembaca yang tidak saya kenal namun telah menyempatkan diri untuk membaca. Terima kasih kepada para guru kehidupan—yang tidak selalu mengajar dengan kata, tapi lewat tindakan.


Dan terima kasih kepada Sang Penguasa Alam yang telah memberi waktu, tenaga, dan kesadaran untuk melihat bahwa hidup ini bukan hanya tentang seberapa jauh saya melangkah, tapi tentang apa yang saya bawa pulang dalam setiap langkah.

Buku  adalah kado kecil yang saya bungkus dengan waktu, renungan, dan cinta. Tidak mewah, tidak sempurna. Tapi jujur. Dan mungkin, itu saja sudah cukup untuk menjadi kado yang berarti—untuk diri saya sendiri, jelang usia 55. Semoga senantiasa dalam kebaikan dan keberkahan..

Bekasi, 25 Mei 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jalan Sunyi dan Kado di Hari Jadi

Trending Now

Profil

iklan