Oleh : Adrinal Tanjung
Success is no accident. It is hard work, perseverance, learning, studying, sacrifice and most of all, love of what you are doing or learning to do." — Pele, legenda sepak bola dunia.
Kerja belum rampung. Namun pagi ini, saya terdiam. Hening beberapa lama dan berpikir keras. Sambil menikmati cappuccino hangat di sebuah kafe di Kota Bekasi.
Tiga hari terakhir benar-benar menguras energi dan emosi. Tapi justru dari kelelahan itu, saya mendapat pemahaman luar biasa tentang hidup dan berbagai relasi yang menyertainya. Hidup, dengan caranya yang terang benderang, memberi banyak pelajaran. Tentang waktu, tentang biaya, dan tentang tenaga. Tentang nilai dari tiap detik yang telah berlalu.
Saya jadi mengerti, mengapa orang bekerja begitu keras. Demi mempertahankan hidup, demi mengejar kenyamanan, atau demi mendapatkan kekuasaan. Karena di balik kekuasaan, terbentang fasilitas, kompensasi, dan berbagai kemudahan. Jabatan menjadi incaran, karena dari sanalah banyak pintu terbuka.
Namun pagi menjelang siang itu, saya benar-benar terhenyak. Meneguk cappuccino yang mulai mendingin di depan mata, saya memandang jauh ke depan. Menghitung waktu dan biaya. Menghitung diri sendiri. Kekuasaan dan jabatan memang semanis madu. Tapi itu bukan jalan yang mudah saya tempuh.
Bekerja di birokrasi pemerintahan banyak hal yang perlu disesuaikan sambil terus berkarya.
Selain merasa tahu diri, saya juga tak ingin hidup dalam tekanan yang tak bisa saya kendalikan. Menjadi pejabat struktural, tentu perlu kesiapan mental. Tak kurang 16 tahun saya pernah merasakannya.
Bagi saya, kebebasan dan kreativitas adalah dua hal yang paling membahagiakan. Hidup memang harus memilih. Dan setiap pilihan pasti mengandung kelebihan sekaligus kekurangan. Saat seseorang memilih jabatan struktural, ia pun harus rela mengurangi kebebasannya.
Hari pertama di bulan Juni ini terasa penuh arti. Segala harapan yang selama ini tertumpah seolah mengendap, menunggu untuk direnungi. Dan akhirnya saya pun sadar. Saatnya untuk hening sejenak.
Hening adalah kunci terpenting
Dalam 28 tahun bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara, saya telah melihat bahwa kesuksesan bukanlah sesuatu yang tiba-tiba datang. Ia dibangun perlahan, dengan perjuangan panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Maka ketika saya mendapat kehormatan menjadi bagian dari penulisan biografi dua tokoh penting di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)—Ernadhi Sudarmanto, Sekretaris Utama BPKP, dan Raden Suhartono, Deputi Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP—saya menyelami lebih dalam arti perjuangan yang sesungguhnya.
Pak Ernadhi mengajarkan tentang konsistensi dan integritas yang tak pernah luntur. Sementara dari Pak Raden, saya belajar bahwa jabatan adalah hasil dari kesetiaan pada proses, kesabaran dan keikhlasan.
Keduanya memberikan pelajaran yang hidup, bahwa setiap pencapaian menuntut harga yang harus dibayar, dan itu tidaklah ringan.
Beberapa hari ke depan, saya bersama tim masih akan menyelesaikan proses penulisan buku Pak Ernadhi. Sebuah legacy bagi generasi muda BPKP yang menarik untuk dicermati.
Saya tahu, ini bukan sekadar proyek menulis. Ini adalah perjalanan memahami makna kerja keras dan kesetiaan pada nilai-nilai kehidupan. Dua buku terbaik yang lahir di tahun terbaik, dari dua putra terbaik BPKP.
Tahun 2025 memang bukan tahun yang mudah. Tapi ia adalah tahun yang penuh pesan.
Pesan kuat bahwa tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan dan pengorbanan.
Dan perjuangan terbaik adalah yang dilakukan dengan sepenuh hati. Pengorbanan terbaik adalah yang tak pernah ditagih balasannya.
Hari ini, 1 Juni 2025. Saya belajar kembali bahwa sukses—dalam bentuk apa pun—selalu memiliki harga. Dan siapapun yang ingin mencapainya, harus bersedia membayar harga itu. Dengan waktu, dengan tenaga, dengan kesabaran, dan kadang dengan kesepian.
Tapi pada akhirnya, kesuksesan bukan tentang apa yang dimiliki. Melainkan tentang siapa kita setelah melalui semuanya. Selamat berakhir pekan.
Bekasi, 1 Juni 2025