Sak Mono: Keteladanan dalam Batas Waktu

Rabu, 04 Juni 2025 Last Updated 2025-06-04T09:20:18Z


Oleh : Adrinal Tanjung

Dua hari yang lalu, kabar duka itu datang seperti petir di siang bolong. Rasa tak percaya, dan meninggalkan ruang kosong yang sulit dijelaskan. Bapak Samono telah berpulang. Sehari sebelumnya kabar terkait kondisi kesehatan beliau yang menurun drastis, saya peroleh dari sebuah grup WhatsApp. Namun tak disangka begitu cepat, beliau berlalu. Kabar yang tak pernah disangka, menghadirkan duka mendalam sekaligus mengajak kita merenung,  tentang waktu, tentang makna hidup, dan tentang batas yang pada akhirnya tak bisa kita elakkan.

Pak Samono bukan sekadar nama. Beliau adalah sosok yang sederhana, membangun jejaknya dengan konsistensi dan kejujuran, dari awal karier sebagai Ajun Akuntan di Perwakilan BPKP Sulawesi Tengah, hingga mencapai puncaknya sebagai Kepala Perwakilan BPKP di beberapa provinsi: Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan terakhir di Jawa Barat. Setiap langkah karier adalah cermin dari dedikasi, integritas, dan semangat pengabdian. 


Saya masih ingat betul pertemuan kami dalam sebuah acara Human Library BPKP di awal tahun 2024 di Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat. Acara mengambil tema Tacit Knowledge: Pemberian Keterangan Ahli disambut antusias para peserta baik secara offline maupun online. Saat itu, saya bertugas sebagai moderator dalam acara  Library Cafe tersebut. 

Dalam suasana yang hangat dan cair, beliau tampil apa adanya: ramah, penuh tawa ringan, dan terbuka dalam berbagi kisah hidup serta pengalaman berkarir di BPKP. Tidak ada sekat jabatan. Tidak ada kesan birokratis. Hanya ada seorang manusia yang sederhana dan rendah hati, berbagi pengalaman dengan semangat seperti seorang sahabat lama yang baru saja kita temui kembali.

Kesan itu begitu terekam dengan jelas hingga kami berpamitan dan kembali ke Jakarta. Pria asal Boyolali ini terlihat sehat dan bersemangat. Siapa yang menyangka bahwa itu akan menjadi pertemuan terakhir kami?

Dan begitulah, kepergian datang tak pernah membawa aba-aba. Ia datang seperti senyap angin malam, meninggalkan keheningan yang panjang. Pertemuan dan bincang hangat kala itu, kini tinggal dalam kenangan. Namun bukan kenangan biasa, melainkan warisan nilai dan keteladanan.


Sebuah kesaksian penuh makna disampaikan oleh Ibu Agustina Arumsari, Wakil Kepala BPKP. Ia mengenang sosok Pak Samono dengan penuh hormat. Salah satu hal yang begitu membekas dari pernyataannya adalah makna nama beliau, Samono, yang dalam bahasa Jawa bisa ditafsirkan sebagai “sak mono”—segitu saja.

Sebuah nama yang terdengar sederhana, namun memiliki kedalaman filosofis yang luar biasa. Seolah menjadi pesan sunyi tentang kehidupan: bahwa hidup ini memang tidak pernah panjang. Bahwa apa pun pencapaian, jabatan, atau kekayaan, pada akhirnya hidup hanya “sak mono”—ada batasnya, ada akhirnya.

Namun justru dalam keterbatasan itulah letak kemuliaan seseorang diuji dan ditunjukkan. Bersama Ibu Agustina, Pak Samono menapaki banyak perjalanan penting—dari Satgas Antikorupsi, penyusunan pedoman audit, hingga menjadi saksi ahli di berbagai persidangan. Dalam semua kisah itu, gambaran tentang beliau selalu sama yaitu tenang, teguh, dan berintegritas. 

Menjalani profesi sebagai auditor internal pemerintah di BPKP, tidak memburu gemerlap atau tepuk tangan, tetapi menjalankan tugas dengan keteguhan hati. Saat hadir di persidangan sebagai saksi ahli terkait temuan kerugian keuangan negara, beliau hadir dengan keyakinan pada kebenaran. Di tengah keterbatasan fasilitas—rumah dinas yang seadanya, mobil tua tanpa AC, gaji yang habis untuk berbagai kebutuhan, beliau tetap tersenyum dan tetap bersyukur. Menjalani hari dengan kegembiraan dan dedikasi pada tugas dan jabatan yang diemban. 

Kini, tak ada lagi sapaan hangat dan tawa ringan itu. Namun nama Samono akan terus hidup dalam hati mereka yang pernah disentuh ketulusannya. Dalam cara beliau memimpin, berbagi, mendengar, dan kesederhanaan, kita melihat bahwa ukuran kebesaran seseorang bukanlah seberapa tinggi ia berdiri, tapi seberapa dalam ia mengakar.


Sak Mono.

Ya, segitulah waktu yang diberikan Tuhan. Tapi dalam “segitu”, beliau telah memberi lebih dari cukup. Memberi keteladanan, memberi inspirasi, memberi alasan untuk kita semua terus memperbaiki diri.

Selamat jalan, Pak Samono.

Terima kasih atas jejak-jejak kebaikan yang akan terus menuntun kami dalam diam.

Dan terima kasih atas pelajaran yang tak tertulis, namun akan selalu hidup dalam hati.

Pramuka 33, 4 Juni 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sak Mono: Keteladanan dalam Batas Waktu

Trending Now

Profil

iklan