Meniti Jejak Kebaikan, Catatan Seorang Birokrat

Kamis, 05 Juni 2025 Last Updated 2025-06-05T03:54:47Z


Oleh : Adrinal Tanjung 

"Menulislah, sebab dengan menulis kita belajar berpikir. Menulislah, sebab dengan menulis kita belajar memahami." (Tere Liye)

Hampir dua dekade saya menapaki jalan sunyi bernama literasi. Sebuah perjalanan panjang yang tidak selalu indah, bahkan sering kali terasa seperti kisah sinetron yang penuh liku—kadang getir, kadang penuh harap. Namun satu hal yang tidak pernah padam yaitu keberanian untuk terus melangkah. 


Di tengah rutinitas sebagai birokrat, saya memilih jalan yang tidak biasa—menulis. Sebuah pilihan yang awalnya tampak sederhana, tapi ternyata menjadi perjalanan spiritual dan intelektual yang sangat menantang. Menulis bukan sekadar mencatat kata demi kata, tetapi juga menyusun keberanian demi keberanian. Keberanian untuk bersuara. Keberanian untuk jujur. Keberanian untuk berpihak pada nilai-nilai yang diyakini benar, meskipun kadang tidak populer.

Saya tidak datang dari ruang yang penuh apresiasi terhadap dunia literasi. Justru sebaliknya, saya kerap harus bergelut dengan waktu, dengan tekanan pekerjaan, bahkan dengan perasaan sepi yang tak selalu bisa diceritakan. Ada saat-saat ketika tulisan saya diabaikan, diremehkan, atau bahkan dianggap “tidak penting”. Tapi justru di sanalah saya belajar, bahwa menulis bukan untuk pengakuan, melainkan untuk kebermanfaatan.


Menjadi birokrat yang menulis bukan perkara sederhana. Di satu sisi, ada sistem dan aturan yang mesti dihormati. Di sisi lain, ada idealisme dan nurani yang ingin terus bersuara. Maka saya memilih jalan tengah, menulis untuk menebar jejak kebaikan. Saya ingin apa yang saya alami, pelajari, dan resapi dalam tugas-tugas birokrasi tidak lenyap begitu saja. Saya ingin semua itu menjadi warisan pengetahuan yang bisa dibaca, direnungi, dan semoga memberi inspirasi.

Menulis telah mengajari saya banyak hal—tentang kesabaran, keikhlasan, dan pentingnya konsistensi. Tidak semua tulisan langsung mendapat tempat. Tidak semua ide langsung dipahami. Tapi saya terus melangkah. Karena saya percaya, selama masih ada kata, selama masih ada niat baik, maka akan selalu ada harapan.


Kini, setelah hampir dua puluh tahun, saya bisa melihat ke belakang dengan syukur. Jalan ini mungkin tidak selalu nyaman, tapi penuh makna. Dan selama jari-jari ini masih bisa mengetik, selama hati ini masih bisa merasa, saya akan terus menulis—meninggalkan jejak kecil di jalan panjang pengabdian.

Tahun 2025 yang sedang berjalan adalah babak penting dalam perjalanan ini—tahun yang penuh makna, penuh prestasi, dan sekaligus penuh kegembiraan serta keheningan. Di tengah pencapaian yang menggembirakan, ada ruang hening yang menyapa jiwa, ruang untuk merenung, mensyukuri, dan menata langkah ke depan.


Tahun ini bukan hanya tentang apa yang telah dicapai, tetapi juga tentang kedewasaan dalam menerima segala proses—termasuk luka-luka kecil yang sempat hadir di sepanjang jalan. Semua itu menjadi mozaik yang utuh, memperkaya narasi hidup seorang birokrat yang memilih untuk terus menulis, terus mengabdi, dan terus menebar jejak kebaikan melalui kata. Semoga terus berkarya untuk menerangi dunia.

Utan Kayu,  5 Mei 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Meniti Jejak Kebaikan, Catatan Seorang Birokrat

Trending Now

Profil

iklan