Oleh : Adrinal Tanjung
Siang ini, jelang keberangkatan menuju Kota Padang untuk sebuah perjalanan dinas, saya duduk di ruang tunggu bandara, menyisihkan waktu sejenak untuk menulis. Tiga puluh menit sebelum naik pesawat, waktu yang tak panjang, tapi cukup berarti untuk kembali menengok perjalanan panjang saya dalam dunia kepenulisan.
Hampir dua dekade saya menekuni dunia literasi, menulis tak kurang dari 50 judul buku dan ratusan artikel. Semua ini saya lakukan di tengah kesibukan sebagai abdi negara. Jika dipikir-pikir, bukan perkara mudah menyeimbangkan dua dunia ini: satu menuntut pengabdian, yang lain menuntut kejujuran dalam ekspresi dan dedikasi pada karya.
Saya memilih jalur self-publishing sebagai medium untuk menerbitkan buku-buku saya. Bukan karena tak ingin melalui penerbit besar, tetapi karena saya ingin menjaga independensi dan kecepatan dalam proses penerbitan. Tentu, jalan ini menuntut stamina ekstra—tenaga, waktu, juga biaya yang tidak sedikit. Namun setiap kali sebuah buku rampung dan terbit, ada rasa bahagia yang tak bisa diukur. Ada kepuasan batin yang tak tertandingi ketika karya diapresiasi dan dibeli oleh orang-orang baik yang percaya bahwa tulisan bukan sesuatu yang gratisan, tapi pantas untuk dihargai.
Saya telah menulis dalam berbagai genre mulai dari buku-buku bertema otonomi daerah, reformasi birokrasi, kepemimpinan di daerah, hingga motivasi, inspirasi kehidupan, serta panduan sistem dan prosedur di instansi pemerintah. Setiap judul punya ceritanya sendiri. Ada yang lahir dari pengamatan di lapangan, ada yang tumbuh dari perenungan, dan ada pula yang muncul sebagai respons terhadap kebutuhan pembaca di lingkungan kerja.
Perjalanan ini bukan tanpa tantangan. Saya sering kehabisan waktu, termasuk kehabisan dana, dalam proses menerbitkan buku. Namun, semua itu bukan alasan untuk berhenti. Justru dari keterbatasan itu, saya belajar tentang arti konsistensi dan ketekunan. Saya meyakini bahwa jika kita sabar dan terus berkarya, akan selalu ada kemudahan yang datang—rezeki dari arah yang tak disangka, dan kesempatan yang hadir lewat karya yang kita hasilkan.
Banyak apresiasi yang saya rasakan selama ini. Dukungan dari rekan-rekan, semangat dari para sahabat, tokoh, termasuk para pejabat pemerintahan. Mereka memberi dorongan agar saya tak berhenti berkarya. Saya sadar, karier birokrasi saya mungkin tidak membawa saya ke posisi pimpinan tinggi. Tapi ketika saya menengok jejak yang telah ditinggalkan di bidang literasi, hati saya terasa penuh dengan kebahagiaan. Karena saya percaya, setiap orang punya jalannya sendiri untuk memberi makna.
Sebagai bentuk rasa syukur atas perjalanan panjang ini, jika tak ada kendala, di awal Januari 2026 mendatang saya akan mengadakan sebuah acara peringatan dua dekade berkarya. Saya ingin mengundang para tokoh, rekan, dan sahabat yang selama ini menjadi bagian penting dalam perjalanan literasi saya, dalam bentuk pertemuan dan talk show bersama beberapa pegiat literasi. Di momen itu, saya juga berencana membagikan beberapa buku kepada sahabat-sahabat yang selama ini setia mendukung, sebagai simbol terima kasih atas kepercayaan dan semangat yang mereka berikan.
Kini, di ambang dua dekade perjalanan ini, saya ingin menegaskan satu hal bahwa menulis bukan hanya soal menghasilkan buku, tapi soal menanam jejak. Jejak pemikiran, jejak pengalaman, dan jejak pengabdian. Karena di balik setiap halaman yang saya tulis, ada semangat untuk berbagi, menginspirasi, dan memberi manfaat seluas-luasnya. Dan selama masih ada ruang untuk berpikir dan waktu untuk menulis, saya akan terus berkarya.
Padang, 30 September 2025