Oleh : Adrinal Tanjung
Setiap perjalanan pulang ke kampung halaman selalu menyimpan cerita. Namun, ada satu momen yang selalu saya upayakan setiap kali berada di Padang, yaitu pertemuan dengan sahabat yang telah menjadi penopang penting dalam perjalanan literasi saya —Dr. dr. Yevri Zulfiqar, SpB, Sp U(K), MKes seorang dokter spesialis bedah urologi, Direktur Utama Rumah Sakit Unand 2018-2025, dan akademisi di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Kami bukanlah teman sekelas semasa SMA. Saat di SMA 2 Padang, kami berada di kelas dan jurusan yang berbeda. Namun, siapa yang menyangka, setelah puluhan tahun berlalu, justru dari Yevri saya menemukan sosok yang begitu besar perhatiannya terhadap dunia literasi yang saya tekuni.
Dari pertemuan sekitar tiga tahun yang lalu lahir saran yang menjadi tonggak penting, agar saya membentuk wadah resmi dengan legalitas hukum untuk menampung karya dan aktivitas literasi. Saran itu kemudian menjadi pijakan berdirinya yayasan literasi yang kini menjadi rumah bagi langkah-langkah saya dalam menulis dan berkarya.
Saya pun belajar, bahwa tidak semua dukungan hadir dalam bentuk tepuk tangan di panggung depan. Ada dukungan yang datang dengan tenang namun kokoh, seperti yang diberikan Yevri. Bahkan, ia dengan rendah hati memberi dukungan atas penulisan biografinya—meski awalnya sempat menolak.
Literasi, Idealisme, dan Kemandirian
Dalam sebuah pertemuan selepas shalat Subuh di Masjid Muhajirin, Rabu pagi minggu lalu, Yevri menyampaikan pandangan yang begitu berharga. Menurutnya, aktivitas literasi perlu dikembangkan agar tidak hanya bermanfaat secara intelektual, tetapi juga menopang kemandirian.
“Monetisasi bukanlah tujuan utama,” ujarnya, “melainkan sarana untuk memastikan gerakan literasi tetap hidup dan berkembang.”
Pandangan itu membuka mata saya, bahwa keberlanjutan gerakan literasi tidak cukup hanya ditopang idealisme, melainkan juga harus memiliki kemandirian nyata. Sebuah gerakan yang mandiri akan lebih kokoh dalam memberi manfaat.
Bentuk kemandirian itu, menurut Yevri, bisa diwujudkan melalui berbagai cara kreatif—seperti pengembangan konten digital, kanal YouTube, atau media berbasis komunitas—selama tetap sejalan dengan visi literasi yang mencerahkan.
Rencana Dua Dekade Berkarya
Dalam kesempatan yang sama, saya juga berbagi rencana besar yaitu acara dua dekade berkarya yang insyaAllah akan digelar sekitarJanuari 2026 mendatang. Beberapa karya terbaru akan saya luncurkan dalam acara tersebut, disertai talkshow bersama para pegiat literasi.
Saya mengundang Yevri untuk turut hadir, dan ia berusaha untuk bisa hadir —meski di tengah kesibukannya sebagai akademisi dan dokter. Kehadirannya tentu akan menambah makna bagi perhelatan tersebut.
Masjid tempat kami bertemu kini memiliki arti tersendiri. Ia bukan hanya ruang ibadah, tetapi juga ruang perjumpaan ide, tempat berbagi pandangan, dan sumber inspirasi baru bagi perjalanan literasi.
Refleksi Perjalanan
Ketika menoleh ke belakang—lebih dari lima puluh buku, ratusan artikel, dan berbagai karya yang telah terbit—saya sadar bahwa perjalanan ini tidak pernah saya tempuh sendirian. Ada sosok-sosok yang hadir sebagai pendukung sunyi, yang menguatkan langkah dan menyalakan semangat di kala lelah.
Menulis di tengah padatnya aktivitas birokrasi tentu bukan hal mudah. Namun, dukungan tulus dari sahabat seperti Yevri Zulfiqar telah menjadi bahan bakar yang menjaga nyala itu tetap hidup.
Menjaga Api Literasi
Perjalanan literasi adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Namun setiap dukungan—baik yang hadir dalam sorak maupun dalam diam—adalah energi yang menjaga langkah tetap tegak.
Pertemuan dengan Yevri Zulfiqar mengingatkan saya bahwa menulis bukan sekadar mencetak buku, melainkan menyalakan cahaya pengetahuan dan memberi makna bagi banyak orang. Menulis bukan hanya mewariskan melalui kata kata, melainkan warisan jejak kebaikan yang abadi.
Utan Kayu, 7 Oktober 2025




