Menulis dan Mengenal Diri Sendiri

Jumat, 13 Juni 2025 Last Updated 2025-06-13T06:39:13Z

Oleh : Adrinal Tanjung

Baru saja saya menuntaskan sebuah buku yang begitu personal dan menyentuh—Menulis Membaca Kehidupan, karya Kristin Samah. Seorang wartawan yang telah lama bergelut dalam dunia kata, Kristin menuturkan dengan hangat dan jujur tentang bagaimana menulis bukan sekadar aktivitas mencatat, tetapi juga proses menyembuhkan dan memahami diri sendiri.

Buku ini mengajak kita menyelami menulis bukan hanya sebagai keterampilan, tetapi sebagai terapi kehidupan. Sebuah proses sunyi yang membantu kita berdamai dengan masa lalu, memahami makna hari ini, dan menyiapkan ruang bagi harapan esok.


Saat membaca buku ini, saya merasa seperti sedang berkaca. Hampir sepuluh tahun terakhir, saya menjalani kebiasaan menulis secara rutin. Menulis tentang momen-momen penting, perjumpaan, persahabatan, dan perjalanan bersama berbagai tokoh birokrasi, rekan kerja, dan sahabat. Semula saya menulis untuk sekadar merekam, namun perlahan saya sadar ternyata menulis juga telah menuntun saya mengenal diri sendiri lebih dalam.

Dalam proses itu, saya menyadari satu hal bahwa menulis bukan hanya untuk diingat, tetapi juga untuk merasakan kembali. Bahkan puisi atau catatan sederhana pun bisa menjadi cara ampuh untuk menangkap makna yang tersembunyi di balik rutinitas harian—seperti yang disampaikan oleh Kathleen Adams:

 “Poetry is often a worthy and wonderful vehicle for your Captured Moments. If you have not written poetry since high school and do not know the first thing about it, try it anyway. Your journal is a forgiving, non-judgmental place to flex your creative muscles, and the result can be quite rewarding.”   — Kathleen Adams


Menulis memberi ruang untuk jujur, untuk mengolah luka, dan pada akhirnya untuk terus tumbuh. Di antara deretan kalimat yang kadang tampak biasa, sering tersembunyi pemahaman yang mendalam tentang siapa kita sebenarnya, dan ke mana arah yang sedang kita tuju.


Dan di tengah perjalanan itu, saya juga diingatkan oleh kata-kata bijak dari Helen Keller, seorang perempuan luar biasa yang mengajarkan kita tentang harapan bahkan dalam keterbatasan:

    “When one door of happiness closes, another opens; but often we look so long at the closed door that we do not see the one which has been opened for us.”  — Helen Keller


Menulis membantu saya melihat pintu yang terbuka itu. Ia mengalihkan pandangan saya dari hal-hal yang telah berlalu, ke arah cahaya yang masih menyala. Karena sejatinya, menulis adalah cara untuk tetap melangkah, meski pelan, menuju versi terbaik dari diri kita. Mari menulis.


Bandung, 13 Juni 2025


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menulis dan Mengenal Diri Sendiri

Trending Now

Profil

iklan