Oleh : Adrinal Tanjung
Langit mulai merunduk dalam senyap. Di tengah keheningan itu saya menulis, bukan sekadar merangkai kata, tetapi menyampaikan rasa. Sebuah penghormatan, sebuah perpisahan, untuk sahabat lama yang kini telah lebih dulu kembali kepada Sang Pencipta.
Isra Osrizal bukan hanya teman semasa SMA di SMA 2 Padang. Ia juga rekan seperjuangan saat kami menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Andalas, angkatan 1989. Jalan hidup kami terus bersisian, bahkan ketika kami kemudian mengabdi sebagai aparatur negara—saya di instansi pusat, dan Isra Osrizal di salah satu instansi pemerintah daerah di Sumatera Barat. Meski jarak memisahkan, semangat pengabdian kami tetap berjalan seiring: memberi makna dalam sunyi, memberi kontribusi dalam diam.
Saya mengenal Os sebagai pribadi yang pendiam namun penuh makna. Ia tak banyak bicara, namun kehadirannya terasa. Sosoknya sederhana, jauh dari kesan menonjol, namun selalu ada saat dibutuhkan. Ia kerap hadir dalam kegiatan alumni, bahkan menjadi pemain alat musik dalam sejumlah acara reuni SMA 2 Padang—menyumbang harmoni dalam momen kebersamaan kami.
Terakhir kali kami bersua secara langsung adalah pada Reuni Akbar SMA 2 Padang tahun 2019. Setelah itu, komunikasi kami berlanjut lewat pesan-pesan WhatsApp, bahkan sesekali melalui sambungan telepon. Obrolan kami terasa akrab dan hangat, tentang keluarga, tentang pekerjaan, dan tentang tulisan-tulisan yang tengah saya kerjakan.
Sebagai pribadi yang menghargai literasi, Os memberi dukungan yang tulus. Ia menanyakan, berapa buku yang sudah saya tulis. Saat itu, saya sedang menyelesaikan buku tentang sahabat kami juga—Yevri Zulfiqar, mantan Ketua OSIS SMA 2 Padang, seorang pribadi penuh inspirasi. Os tertarik, ingin membaca dan memiliki buku itu.
Namun sebelum sempat saya menyampaikan kabar bahwa buku tersebut telah rampung dan diluncurkan, kabar duka itu datang. Isra Osrizal telah berpulang ke rahmatullah. Tanpa sempat berpamitan. Tanpa kita tahu bahwa pertemuan dan percakapan terakhir itu, benar-benar yang terakhir.
Kematian itu pasti.
"Kullu nafsin dzÄ`iqatul maut.
"Setiap jiwa pasti akan merasakan mati (QS. Ali 'Imran: 185).
Tak ada yang tahu kapan waktunya tiba. Hanya soal waktu—dan waktu itu selalu dekat.
Kepergian Isra Osrizal mengingatkan kita bahwa hidup ini sejatinya hanyalah perjalanan singkat. Yang kita bawa hanyalah amal, keikhlasan, dan kebaikan yang kita tinggalkan. Dan Os, insya Allah, telah meninggalkan begitu banyak kebaikan—dalam kesederhanaannya, dalam dukungan yang ia berikan, dalam ketulusan hadir sebagai sahabat dan sesama.
Kini, tugas kita yang masih diberi waktu adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Dengan amal yang bersih, hati yang lapang, dan hubungan yang baik dengan sesama manusia.
Terima kasih, Isra Osrizal.
Atas persahabatan yang panjang dan diam-diam begitu berarti. Atas dukungan yang hadir dalam senyap namun terasa hangat. Atas kenangan yang akan terus hidup, bahkan setelah engkau tiada.
Semoga Allah menerima seluruh amal ibadahmu, mengampuni segala khilafmu, dan menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya.
Al-Fatihah untukmu, sahabat kami—Isra Osrizal.
Semoga surga untukmu.
Aamiin....