Menjelang Usia 55

Jumat, 10 Oktober 2025 Last Updated 2025-10-09T22:22:23Z


Oleh : Adrinal Tanjung

“Waktu bukan untuk dilawan, tetapi untuk disyukuri—sebab di dalamnya, hidup perlahan mengajarkan arti.”

Menjelang usia 55 tahun, waktu terasa berjalan lebih pelan.


Setiap hari seperti mengajak merenung tentang perjalanan yang telah dilalui, tentang syukur yang semakin dalam, tentang makna menjadi manusia yang terus belajar.

Tak lama lagi, kurang dari 55 hari, putra pertama akan menapaki lembar baru dalam hidupnya. Sebagai ayah, hati ini penuh haru. Seolah baru kemarin menggendong bayi kecil, kini ia bersiap menggenggam tanggung jawabnya sendiri. Begitulah waktu, ia berjalan lembut, namun meninggalkan jejak yang dalam.


Di usia yang tak muda, tapi belum juga tua, saya belajar menerima ritme hidup dengan lebih lapang. Kadang tubuh memberi sinyal lelah, tapi semangat dan vibrasi positif selalu menjadi pengingat bahwa rasa syukur adalah sumber kekuatan.

Rutinitas di kantor masih berjalan seperti biasa, bahkan kerap diwarnai perjalanan dinas ke luar kota. Di sela tugas, saya berjumpa kawan SMA, rekan kuliah, atau sahabat dari komunitas menulis. Dari setiap pertemuan selalu lahir cerita baru, inspirasi, dan makna yang memperkaya batin.


Menulis menjadi ruang hening bagi jiwa. Dari sana saya belajar merawat kebahagiaan, menjaga semangat, dan memberi arti pada setiap perjalanan. Lima puluh buku yang telah terbit bukan sekadar karya, melainkan cermin dari proses untuk menjadi lebih tenang, lebih sadar, lebih bersyukur.

Kini, menjelang 55, saya tak lagi berlari mengejar waktu.

Saya ingin berjalan bersama waktu, menikmati setiap langkah, dengan kesadaran bahwa hidup adalah anugerah yang layak dirayakan setiap hari.

Pramuka 33, 9 Oktober 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menjelang Usia 55

Trending Now

Profil

iklan