Oleh : Adrinal Tanjung
Lima hari telah berlalu sejak ulang tahunmu, namun rasa tentang hari itu masih menetap di hati. Usiamu kini lima puluh enam tahun. Usia yang tidak hanya menandai perjalanan waktu, tetapi juga kedewasaan dan kebijaksanaan.
Di setiap tahun yang bertambah, aku menyadari satu hal, kita sama sama beruntung pernah saling mengenal lalu saling mencintai, dan menempuh perjalanan hidup bersama hingga hari ini.
Kita saling mengenal lebih dari tiga puluh enam tahun. Semua bermula di kampus Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Andalas Padang. Sama sama menjadi mahasiswa dari dua SMA berbeda, yang sibuk dengan tugas kuliah, meminjam catatan, belajar bersama jelang ujian,tanpa pernah terpikir bahwa takdir tengah menulis kisah yang panjang.
Enam semester pertama berlalu begitu saja, tidak ada getar, tidak ada tanda. Kita hanya dua teman yang saling membantu agar dapat nilai bagus dan lulus tepat waktu. Namun setelah semester keenam, ada sesuatu yang berbeda. Entah bagaimana, kedekatan jelang ujian dan tanpa disadari, berubah menjadi kedekatan yang lebih dalam.
Kita menapaki masa akhir kuliah bersama.  Menjalani KKN meskipun beda lokasi di dua kabupaten berbeda, menulis skripsi, saling menyemangati di tengah lelah, hingga ujian komprehensif dua kali hingga bisa sama sama lulus, dan di hari wisuda, bersamaan waktunya. Perjalanan hidup telah mempertemukan kita dalam kisah yang lebih besar.
Setelah lulus, kita berdua melangkah untuk mencari masa depan yang lebih baik. Sempat beberapa lama di tanah kelahiran, lalu merantau ke ibukota Jakarta untuk masa depan yang lebih cemerlang.
Dirimu diterima di salah satu BUMN, sementara aku meniti jalan pengabdian di instansi pemerintah. Cinta selalu menemukan jalannya sendiri.
Takdir kemudian menyatukan kita dalam ikatan suci pernikahan. Sebuah perjanjian hati yang hingga kini tetap kita pegang teguh, meskipun jalan tak selalu lurus dan mulus. Sempat kita tinggal di dua kota berbeda selama hampir satu setengah tahun. Jakarta dan Manado. Namun jarak tidak pernah mengurangi makna kebersamaan.
Akhirnya, waktu mempertemukan kita kembali di Ibu Kota, dan sejak itu, hidup berjalan dengan segala warna dan rahmatnya. Dua puluh tujuh tahun telah kita lewati dalam pernikahan ini.
Ada masa tawa, ada masa air mata, ada saat berjuang, ada saat bersyukur dalam diam.
Bersyukur kita dianugerahi tiga permata hati satu putra dan dua putri yang tumbuh menjadi kebanggaan dan sumber bahagia. Mereka tumbuh menjadi putra dan putri yang cerdas dan membanggakan. Dan di balik semua itu, aku tahu ada doa dan cinta yang tak pernah berhenti kau panjatkan untuk keluarga kecil kita.
Kini, di usia yang ke-56, aku hanya ingin menyampaikan doa sederhana namun tulus: semoga engkau selalu diberi kesehatan yang baik, dikelilingi ketenangan, dan diberi kekuatan untuk terus menjadi perempuan tangguh dengan cinta dan kebijaksanaan.
Terima kasih telah menjadi bagian terbaik dari hidupku. Terima kasih telah sabar menemani setiap perjalanan, tetap tenang ketika badai datang, dan tidak banyak menuntut di tengah berbagai keterbatasan. Semoga terus menjadi cahaya yang membuat setiap langkah terasa bermakna.”
Selamat ulang tahun, istriku tercinta. Semoga hari-harimu selalu dipenuhi cahaya kasih, dan semoga cinta yang telah kita rajut sejak masa kuliah tetap tumbuh hangat, seperti pagi yang tak pernah lelah menyapa, dan seperti senja yang selalu kembali membawa keindahan.
Utan Kayu, 28 Oktober 2025





