Oleh : Adrinal Tanjung
Shubuh yang tenang di Pulau Dewata menghadirkan kembali potongan wajah, suara, dan senyum dari reuni Akuntansi 89 di Mercure Ancol. Sejenak saya menyadari bahwa reuni itu bukan sekadar temu raga. Ia adalah temu waktu. Temu memori. Temu perjalanan yang pernah sama-sama start dari titik yang sama, sebelum hidup membawa tiap orang ke jalur yang berbeda.
Penugasan negara memaksa saya kembali lebih cepat ke Pulau Dewata. Saya tidak sempat mengikuti makan siang sebagai penutup reuni, tetapi keutuhan rasa yang hadir dua hari itu sudah cukup menjadi bekal perjalanan pulang. Ada syukur yang pelan. Ada lega yang diam. Ada kesadaran bahwa persahabatan 36 tahun ini bukan sekadar nostalgia, tetapi bentuk penghormatan terhadap perjalanan hidup itu sendiri.
Sore Jakarta di Hari Minggu bergeser menjadi malam di Bali. Sekitar pukul 20.05 saya sudah kembali mendarat di Bandara Ngurah Rai. Saya duduk hampir satu jam di bandara, menulis ringan di tengah aliran rasa yang masih menghangat. Lalu bergerak pelan menuju kediaman saya di Denpasar. Tiga hari sebelumnya saya masih menyesuaikan ritme kerja baru, sebelum kemudian terbang kembali ke Jakarta hanya untuk satu alasan: menjaga rasa kebersamaan itu tetap hidup.
Hari Senin kembali penuh irama. Usai jam kerja saya bergerak menuju salah satu masjid terbesar di Denpasar. Shalat Magrib dan Isya berjamaah menjadi jeda yang sunyi, sekaligus pengingat bahwa hidup selalu bergerak dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya. Obrolan ringan dengan seorang jamaah asal Madura menjadi pengingat bahwa setiap manusia selalu membawa cerita hidupnya masing-masing. Dan setiap cerita selalu menyimpan pelajaran dan kenangan.
Malam itu saya tertidur lelah. Dan ketika terbangun lima jam kemudian, gemuruh reuni di grup WhatsApp masih belum surut. Foto-foto kebersamaan reuni lanjutan terus bergulir. Rencana akbar Akuntansi 89 baru usai, dan rencana untuk reuni berikutnya pun mulai dibahas.
Pilihannya di Kota Batam tahun 2026, sesuai tawaran Ketua Angkatan kami dua hari lalu saat memberi sambutan penutup. Nampaknya persiapan bisa lebih matang reuni di tahun 2026 mendatang.
Batam kota yang berhadapan langsung dengan Singapura, memberi peluang baru. Mungkin sebagian akan melanjutkan langkah ke Negeri Singa. Mungkin acara akan terasa lebih dinamis. Catatan kehadiran bisa lebih banyak. Akses dari Padang, Pekanbaru, dan Medan pun lebih mudah. Selain dari Jakarta dan kota lainnya, tempat alumni Akuntansi 89 bermukim. Ada sekitar enam alumni yang menetap di Batam, modal awal yang bisa dimaksimalkan.
Dan karena sudah ada pelajaran dari Jakarta, kita bisa merencanakan lebih jauh. Persiapan enam bulan. Pembiayaan bisa dicicil sejak sekarang, seperti menabung bersama. Agenda bisa lebih akomodatif. Misi sosial bisa ditambahkan dengan lebih matang. Kita mulai membayangkan bulan Juni 2026 sebagai waktu yang ideal. Semoga harapan ini menjadi kenyataan.
Semoga saya bisa hadir lagi, tentu saja bersama istri. he he. Rekan satu angkatan di Akuntansi 89, teman hidup dan teman seperjuangan.
Semoga kita semua senantiasa sehat untuk menyambut dan melaksanakan reuni Akuntansi 89 di tahun depan. Semoga kita terus diberi karunia untuk merawat rasa dan merawat persaudaraan ini.
Karena pada akhirnya, refleksi paling sederhana namun paling dalam tetap sama, Bertemu langsung selalu lebih membahagiakan.
Pulau Dewata — Denpasar
Jelang Subuh, 11 November 2025



